Warna Hidup
kembali kenangan terukir
kembali kejenuhan bergulir
kembali asa hadir
kembali sepi hati parkir
ah tak pandai aku mewarna dunia
mungkin karena warna hitam yang aku punya
atau apa memang aku tak ahli
bukan itu
tapi karena aku tak mau menggerakkan jemari
aku sadari
sulit rasanya membangun tekat dan keteguhan
untuk bangkit dari keterpurukan
yah, akibat dari aku sendiri
warna hidupku jadi tak bervariasi
Sepiku
setengah lima hujan belum juga reda
disudut harapan ku labuhkan pertanyaan
kenapa hujan tak reda
selaras hati yang bergerimis menangis
teriris lamun kegalauan rasa perih yang mengiris
panas
air mata yang terkuras
membuat bola mata tak nyaman bekerja
dingin
tetesan hujan tak sedingin jiwaku yang telah kring
gelap
gelapnya mendung segelam rasa yang merundung kenyataan
aku bagaikan daun talas yang tak mampu menangkap tetesan hujan
Jenuh
malam datang jenuh menghadang
mendung menutup bintang
gelap lebar membentang
jiwa kian terguncang
hati makin meradang
aku bersembunyi bagai binatang jalang
Susahnya Jadi Manusia
susahnya jadi manusia
berlaku buruk dicela
berlaku baik orang curiga
diam dibilang egois
bicara dikata ceriwis
berpenampilan sederhana orang kira kere dan mencela
berpenampilan rapi "alah gayanya"
menyapa didisangka menggoda atau mencari nama
masa bodo, sombong katanya
ah memang susah jadi manusia
Inilah Negeriku
inilah negeriku
dimana nyawa tak lagi berharga
dimana kehormatan murah harganya
dimana adab tak lagi berguna
dimana anarkis menjadi jawaban semua masalah
dimana sekolah haya untuk mencari ijazah saja
dimana guru tak bisa jadi teladan
dimana pejabat berlomba memperkaya diri
dimana rakyat makin tak tahu diri
dimana hiburan menjadi tuhan
dimana uang menjadi dewa
dimana dimana tanyaku tak ada jawaban
selaon kehancuran dunia
(puisi ini merupakan tangisanku dan keprihatinanku akan indonesia sekarang, ini terinspirasi tragedi mesuji dan peristiwa yang memilukan lainnya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
baiknya karya tak terbuat langsung indah, namun saran dan kritik pembaca salah satu faktor penentu keindahan sastra